Pages

Jumat, 02 Juli 2021

Tritunggal VS Oneness Pentacostal


 

Gereja sepanjang sejarahnya telah mempertahankan kemurnian iman dan kasih dengan rantai apostolik yang didirikan oleh Kristus dan disertai oleh Roh Kudus. Gereja percaya dan melestarikan serta mengajarkan iman kristen yang bersejarah, bebas dari kesalahan dan penyimpangan, sejak zaman para Rasul. Kekristenan mula - mula percaya bahwa tidak ada dalam tubuh Gereja yang ajaran-ajarannya yang bertentangan dengan kebenaran atau yang menghambat hubungan dengan Allah. Iman Kekristenan yang kuno dan tak lekang oleh waktu yang sering mencirikan kekristenan timur adalah bentuk ekspresi dari keinginannya untuk tetap setia kepada iman kristen yang murni. Kekristenan Timur percaya bahwa Iman dan Gereja tidak bisa dipisahkan. Sangat mustahil untuk mengenal kristus, dalam mengambil bagian dalam persekutuan dengan Tritunggal Kudus, atau untuk dianggap sebagai orang kristen jika terpisah dari Gereja. Di dalam Gereja iman selalu diikrarkan dan dipertahankan. Melalui Gereja iman seseorang dipelihara.

Allah adalah sumber iman dalam Gereja. ajaran yang ortodoks percaya bahwa Allah telah menyatakan diri-Nya kepada kita, terutama dalam wahyu Yesus Kristus, yang kita kenal sebagai Putra Allah. Wahyu Allah ini, kasih-Nya, dan tujuan-Nya, terus-menerus dinyatakan dan kontemporer dalam kehidupan Gereja oleh kuasa Roh Kudus. Iman ortodoks tidak dimulai dengan spekulasi agama umat manusia, ataupun dengan apa yang disebut "bukti" tentang keberadaan Allah, juga dengan pencarian manusia akan keberadaan Allah. Asal mula iman kristen ortodoks adalah dari penyingkapan diri Allah. Dalam Tradisi Gereja Timur setiap hari, saat doa pagi Gereja selalu menegaskan dan mengingatkan kita akan hal ini dengan menyatakan, “Allah adalah Tuhan dan Dia telah menyatakan diri-Nya kepada kita.” Meskipun wujud Allah tetap menjadi misteri dan tidak dapat didekati serta dimengerti, Tuhan telah menyatakan diri-Nya kepada kita; dan Gereja telah mengalami Dia sebagai Bapa, Putra, dan Roh Kudus. Doktrin Tritunggal Mahakudus, yang merupakan dasar dari Iman Ortodoks, yang timbul dari pengalaman manusia dengan Allah. Dan datang dari pengalaman hidup yang sejati dari orang-orang yang telah mengenal Allah dengan iman.

Dalam memahami konsep doktrin Tritunggal adalah satu hal; Untuk mengetahui realitas hidup Allah yang adalah misteri, kita harus bekerja dan berdoa agar kita dapat melewati setiap kata dan konsep tentang Allah dan untuk mengenal Dia, bagi diri kita sendiri dalam persekutuan hidup kita dengan Dia ; “melalui Bapa, Putra dalam penyertaan Roh Kudus”(Efesus 2 : 18 - 22). Dalam perjanjian lama kita menemukan Tuhan Allah, menciptakan dunia dan seisinya melalui Firman-Nya dan atas kuasa Roh-nya semua ini dapat tercipta. Dalam perjanjian baru "Firman itu telah menjadi daging" (Yohanes 1:14). Yesus dari Nazaret, Putra tunggal Allah menjadi manusia. Dan Roh Kudus, yang dalam Yesus menjadikan Dia Kristus, dicurahkan dari Allah ke atas semua manusia (Kisah Para Rasul 2 : 17). Dalam catatan perjanjian baru, dan kehidupan Gereja benar-benar tidak dapat dipahami secara akal manusia dan tidak berarti juga tidak ditegaskan hubungan antara Bapa, Putra, dan Roh Kudus terhadap satu sama lain dan terhadap manusia dan dunia.

Dalam sejarahnya Gereja menegaskan doktrin Tritunggal dalam konsili Nicea tahun 325 M dan Konstantinopel tahun 381 M, yang tertuang dalam pengakuan Iman Nikea yang telah diakui sejak saat itu, sebagai pernyataan resmi dari kepercayaan dasar iman dasar Gereja Perdana. Kredo Nikea tersebut juga disebut sebagai “lambang iman”. Uraian ini menunjukkan bahwa Kredo Nikea bukanlah pernyataan analitis, tetapi itu menunjukkan pada realitas yang lebih besar dari dirinya sendiri dan yang menjadi saksi-Nya. Selama beberapa generasi, kredo itu telah menjadi syarat pengakuan iman yang sejati dan dasar pengetahuan tentang kekristenan. Kredo itu diucapkan pada waktu pembaptisan dan pada setiap liturgi Ilahi, dan bunyi dari pengakuan tersebut sebagai berikut :

 

PENGAKUAN IMAN NIKEA

1.     Aku percaya kepada satu Allah, Bapa yang Mahakuasa, pencipta langit dan bumi dan segala sesuatu yang kelihata dan maupun yang tak kelihatan.

2.     Dan pada satu Tuhan Yesus Kristus, Anak Tunggal Allah, yang diperanakkan dari Sang Bapa sebelum segala zaman. Terang yang keluar dari Terang, Allah sejati yang keluar dari Allah sejati, yang diperanakkan bukan diciptakan, satu hakekat dengan Sang Bapa, yang melaluiNya segala sesuatu diciptakan.

3.     Yang untuk kita manusia dan untuk keselamatan kita, telah turun dari sorga dan menjelma oleh Sang Roh Kudus dan dari Sang Perawan Maria serta menjadi manusia.

4.     Telah disalibkan bagi keselamatan kita, dibawah pemerintahan Ponntius Pilatus. Dia menderita sengsara dan dikuburkan.

5.     Dan telah bangkit pada hari yang ke tiga sesuai dengan Kitab Suci.

6.     Dan telah naik ke Sorga serta duduk di sebelah kanan Sang Bapa.

7.     Serta Dia akan datang lagi di dalam kemuliaan untuk menghakimi orang hidup maupun orang mati yang kerajaanNya tak akan ada akhirnya.

8.     Dan aku percaya pada Sang Roh Kudus, Tuhan, Sang Pemberi-Hidup, yang keluar dari Sang Bapa, yang bersama dengan Sang Bapa dan Sang Putra disembah dan dimuliakan, yang berbicara melalui para Nabi.

9.     Aku percaya pada Gereja yang Satu, Kudus, Katholik dan Apostolik.

10.  Aku mengakui satu Baptisan bagi penghapusan dosa – dosa.

11.  Aku menunggu akan kebangkitan orang – orang mati.

12.  Serta kehidupan zaman yang akan datang. Amin.

Kredo tersebut sebagai tameng Gereja dalam menghadapi ajaran sesat yang kala itu muncul dari dalam Gereja.

a.     MISTERI TRITUNGGAL MAHA KUDUS

Dalam upaya untuk merumuskan ajaran Gereja mengenai Tritunggal Kudus, harus diingat bahwa Allah sebagai Tritunggal adalah suatu misteri  bahkan, misteri mutlak yang tak terselami akal karena Allah akan senantiasa demikian dan karena itu harus "didekati" dengan kerendahan hati, hikmat dan ucapan syukur. Dengan kata lain, Allah, dalam kodrat-nya, adalah tak terlukiskan dan tak dapat diungkapkan sehingga tidak dapat diketahui kecuali Dia sendiri telah mengungkapkan diri-Nya kepada dunia ini. Memang, misteri Tritunggal melampaui hati nurani manusia yang terbatas dan serta mengungguli kesanggupan dan pengetahuan manusia yang bersifat konseptual. Mengenai misteri tritunggal kudus pada abad keempat, St.Gregory [Nazianzus] seroang Theologiawan (330-389/90 M) menuliskan: “Berbicara tentang allah adalah mustahil dan mengenal dia bahkan lebih tidak mungkin.” Berabad-abad kemudian, St.Gregory Palamas (1296-1359 AD) mengingatkan para pembacanya akan hal itu “Kodrat Allah yang super esensial bukanlah sebuah subjek untuk dibicarakan atau dipikirkan atau bahkan direnungkan, karena itu jauh dari segala yang ada dan lebih dari pada yang tidak dapat diketahui, tidak dapat dipahami selama-lamanya.” Jelas, esensi dari keilahian Allah tidak akan pernah diketahui oleh umat manusia, karena akan menjadi kontradiksi dalam menjelaskanNya. Jika Allah dapat sepenuhnya dipahami oleh pikiran manusia yang kreatif dan digambarkan oleh konsep-konsep yang kreatif, Dia akan berhenti menjadi Allah. Bagaimanapun Allah adalah yang tersembunyi (Deus absconditus) dan juga yang telah menyingkapkan diriNya (Deus revelatus) melalui wahyu-Nya mulai dari yang biasa dan sampai yang luar biasa; Dia mengungkapkan diriNya sendiri yang terlihat jelas dalam “inkarnasi Firman Allah” yang memberi dunia kesempatan untuk mendengar Tuhan, untuk melihat dan bahkan menyentuhNya (1 Yohanes 1 : 1).  St Basil Agung (330-379 M) menulis bahwa Tuhan mengungkapkan diri-Nya kepada umat manusia sejauh manusia mampu menerima wahyu ini:

“Kita tahu kebesaran Allah, kuasa-Nya, hikmat-Nya, kebaikan-Nya, pemeliharaan-Nya atas diri kita dan betapa adil penghakiman-Nya; Tapi tidak esensinya…Kita mengenal Tuhan kita dari tindakanNya, tetapi tidak bisa mendekati esensi-Nya. Pekerjaan-Nya turun kepada kita, tetapi esensinya tetap berada di luar jangkauan kita.”

Oleh karena itu Allah, pada saat yang sama tidak dapat dijangkau tetapi dapat berkomunikasi dengan ciptaan. Allah tidak diketahui dan tidak dapat dijelaskan tetapi pada saat yang sama kita tahu Dia adalah karena Dia telah menyatakan diri-Nya sebagai Bapa, Putra dan Roh Kudus. Allah Tritunggal adalah Allah yang berpribadi Oleh karena itu, sebagai wahyu yang luar biasa tentang kehidupan ilahi dan kasih yang kekal, manusia dapat, menikmati ucapan bahagia dan, bersama dengan St Gregory sang teolog memberitakan pujian dan ucapan syukur, dan dengan perasaan takjub akan Allah yang adalah 'satu dalam tiga dan tiga dalam satu', merupakan pernyataan doksologika yang melampaui semua bentuk ekspresi manusia: “Oh Engkau yang melampaui segalanya! Apa lagi yang bisa dinyanyikan tentang Engkau?”.

b.     ALLAH DALAM TRITUNGGAL

Berakar kuat dalam tulisan suci, doktrin Tritunggal Kudus dirumuskan, dihidupi dan dipelihara dalam Gereja. Meskipun fakta bahwa ajaran Gereja tentang misteri Tritunggal Kudus adalah kebenaran yang diwahyukan secara Ilahi, Gereja perlu bertahun-tahun untuk memperoleh perumusan teologis yang jelas. Kebutuhan akan istilah yang tepat terutama muncul ketika Gereja harus mendefinisikannya dengan akurat, dengan cara apa Allah Abraham, Ishak dan Yakub yaitu, Bapa Yang Mahakuasa dengan hubunganNya terhadap Yesus Kristus yang mengaku sebagai satu – satunya Putra Tunggal Allah, Firman dan GambarNya yang kekal dan kepada Roh Kudus yang diidentifikasikan sebagai “Nafas” Allah Yang Maha Kuasa dalam perjanjian lama. Hal ini sangat penting karena tulisan Kitab Suci jelas bahwa Allah Bapa tidak pernah sekalipun tanpa Firman dan Roh-nya, karena keduanya kekal dengan Allah dan penting bagi keberadaan, tindakan, dan kehidupanNya. Dengan demikian, Bapa, Putra dan Roh Kudus dipandang sebagai "Subjek" pribadi yang berbeda, Bapa bukanlah Putra atau Roh, dan Putra bukanlah Bapa atau Roh, juga Roh bukanlah Bapa atau Putra namun ketigaNya disembah dan dimuliakan sebagai "Allah" dan "Tuhan". Konsekuensinya, para bapa Gereja harus menunjukkan bahwa Bapa, Putra dan Roh Kudus, sepenuhnya unik dan berbeda sehubungan dengan siapa Mereka, namun identik secara tak terpisahkan dalam apa Dia benar-benar Ilahi. Setelah Perjanjian Lama dan Baru, para Bapa Gereja terutama mereka yang berasal dari abad keempat, datang untuk menyebut Tuhan bukan sebagai ἕν (satu) Yaitu, satu pribadi tapi sebagai ἕνωσις (kesatuan). Sesungguhnya, suatu kesatuan yang mutlak, tak terpatahkan dan berkesinambungan yang terdiri dari tiga pribadi Ilahi. Mengenai “misteri yang luar biasa dan mempesona” tentang kesatuan dalam perbedaan dan perbedaan dalam kesatuan Tritunggal Mahakudus, St Gregorius Sang Teolog (330-379/90 M) menulis dalam bahasa yang agak abstrak dan misteri. , cara liturgis dan puitis:

“Tidak lama setelah saya memahami kesatuan, Trinitas memandikan saya dalam kemuliaan Nya, Dan ketika saya memikirkan Trinitas, sekali lagi kesatuan itu menangkap saya dan mata saya dipenuhi, dan sebagian besar dari apa yang saya pikirkan luput dari saya.”

Dalam menguraikan doktrin Tritunggal Mahakudus, Gereja memulai dengan komuni tiga pribadi yang benar-benar "ada" Bapa, Putra dan Roh Kudus dan bukan dengan konsep abstrak persatuan metafisika atau transendental. Sekali lagi, St Gregory sang teolog menulis, "ketika aku menyebut Allah, yang aku maksud adalah Bapa, Putra, dan Roh Kudus." Faktanya, Bapa - Bapa Gereja perdana mengidentifikasi pribadi dengan hipotasis yaitu keberadaan nyata yang mengajarkan bahwa ada tiga pribadi, atau hipotasis, adalah tiga cara keberadaan pribadi yang benar-benar berbeda dan unik, yang, bagaimanapun, setara, kekal dan hidup, berkuasa dan bekerja bersama dalam satu esensi Illahi yang sama. Jadi, Trinitas disebut sebagai ke-Allahan trihipostatik dalam tradisi patristik dan liturgi, di mana ada tiga pribadi berbeda, namun satu esensi, harmoni dalam persatuan satu kehidupan, satu tindakan dan kehendak Ilahi, dan satu pemerintahan. Dengan demikian, Satu Allah dalam tiga pribadi yang berbeda merupakan batu sandungan bagi orang yang berpikir secara “rasional”, namun batu penjuru bagi kekristenan. Dalam merenungkan misteri Tritunggal Mahakudus, bahwa ada tiga pribadi Ilahi yang berbeda dan sehakekat; artinya, ketiga pribadi Ilahi itu benar-benar unik satu sama lain, sama sekali Berbeda namun satu Esensi, dan masing-masing memiliki kepenuhan dalam keilahianNya. Jadi, menurut St Gregorius sang Teolog, “Ketuhanan tidak terbagi dalam pribadi-pribadi yang terpisah.” Keadaan tiap-tiap pribadi tidak bersifat moral atau psikologis, tetapi ontologis. Dengan ungkapan "keberbedaan ontologis", dalam kaitannya dengan Tritunggal Mahakudus, secara sederhana berarti bahwa ada tiga pribadi yang nyata, konkrit dan mutlak berbeda [τρόποι ὑπάρξεως] dan kehidupan dalam misteri Trinitas, dipahami sebagai satu-satunya Allah yang dapat menampakkan diri-Nya kepada dunia dalam Bapa, Putra dan Roh Kudus di saat yang bersamaan pada waktu Yesus dibaptis oleh St.Yohanes Pembabtis (Matius 3:13-17). Dengan kata lain, Gereja tidak mengajarkan bahwa Allah kadang-kadang muncul dalam rupa Bapa, kemudian sebagai Putra dan di lain waktu sebagai Roh. Sebaliknya, Bapa, Putra dan Roh Kudus adalah tiga pribadi yang berbeda, namun satu esensi/hakekat dan merupakan Allah yang sama. Jadi, pengalaman akan Allah dengan cara ini, Gereja mula-mula berbicara tentang doktrin Tritunggal Mahakudus dalam istilah "tiga pribadi dalam satu esensi". Dalam suratnya kepada saudaranya St.Gregorius dari Nyssa, St.Basil berusaha menunjukkan bahwa esensi tersebut merujuk apa yang di dalam Ketuhanan, dengan cara ini menandakan Allah adalah kesatuan yang tak terpisahkan dalam keberadaan, kekuatan, dan pekerjaan Ilahi. Dalam menggunakan contoh manusia sebagai ciptaan, ia mampu menunjukkan bahwa sama seperti pria dan wanita pada dasarnya sama dalam berbagi kodrat kemanusiaan yang sama, demikian pula pribadi Ilahi, Bapa, Putra dan Roh Kudus secara substansial sama – yaitu, Ilahi. Secara khusus, dia menulis :

“Misalnya, paulus, Silvanus dan timotius menetapkan bahwa dua atau lebih dasar yang membentuk manusia; Tidak seorang pun akan memberikan satu definisi tentang inti atau substansi dalam kasus paulus, yang kedua dari Silvanus, dan yang ketiga dari timotius; Tetapi, kata - kata yang sama yang telah digunakan dalam menguraikan inti atau hakikat paulus akan berlaku juga atas orang - orang lain …”

Kutipan ini jelas dan hanya menjelaskan bahwa, dalam kasus kemanusiaan, meskipun mungkin ada tak terhitung jumlah manusia, masih ada satu kemanusiaan, karena semua berbagi dalam sifat-sifat dan karakteristik umum [seperti, nalar, pikiran, kehendak, penilaian, imajinasi, memori, dan lain - lain] yang mendefinisikan kemanusiaan pada umumnya. Jika analogi ini dipakai untuk mendeskripsikan Allah, maka dapat dikatakan di dalam Allah esensi mengacu pada semua sifat umum dan tak terlukiskan itu, yang dimiliki oleh Bapa, Putra dan Roh Kudus secara sehakekat dan identik. Akan tetapi, tidak seperti manusia, yang mempertahankan kehendak dan energi mereka yang berbeda, bertindak secara terpisah dan bukan atas inisiatif mereka sendiri, dalam Pribadi Allah tidak ada keterpisahan seperti itu. Sebaliknya, satu hakekat yang sempurna dalam Keilahian. Oleh karena itu, satu pada intinya dalam Bapa, Putra dan Roh Kudus menyatakan pribadi yang berbeda namun satu, unik dan tak terpisahkan. Dalam doktrin Tritunggal pada intinya Gereja menegaskan, Posisi Bapa adalah sebagai sumber dari segala sesuatu, Ia ada bersama – sama dengan FirmanNya yang diperanakkan sejak kekekalan, sehingga segala sesuatu dijadikan oleh Sang Firman, dan segalanya juga tercipta oleh karena kuasa dari Sang Roh Kudus. Firman yang telah ada bersama – sama dengan Sang Bapa, turun ke dunia atas kehendak Sang Bapa, dan oleh karena Sang Roh Allah Ia dikandung oleh Sang Dara Maria (Θεοτόκος), sangat jelas ketigaNya berbeda namun satu hakekat dan hadir bersama – sama dalam sepanjang sejarah manusia, tak terbagi dan tak terpisahkan.

 

 

 

 

 

c.      LAHIRNYA DOKTRIN MODALISME (ONENESS) DALAM SEJARAH KEKRISTENAN

Dalam agama Kristen, Sabellianisme adalah bidat Gereja Barat yang setara dengan Patripassianisme di Gereja Timur, yang keduanya merupakan bentuk modalisme teologis. Sabellianisme percaya bahwa Allah Bapa, Putra dan Roh Kudus adalah tiga sifat aspek yang berbeda dari Allah yang satu, sebagai lawan dari dokrin Trinitas Gereja yang mengajarkan Allah mempunyai tiga hipotasis yang berbeda namun satu dalam Esensi Illahi/HakekatNya sebagai Allah. istilah 'sabellianisme' berasal dari Sabellius, yang adalah seorang teolog dan imam dari abad ke-3 masehi. Tulisannya tidak ada yang selamat sehingga semua yang diketahui tentang ajarannya berasal dari lawan-lawannya. Semua bukti menunjukkan bahwa Sabellius menganggap Yesus sebagai dewa seraya menyangkal kemajemukan pribadi dalam hakikat Allah dan menganut kepercayaan yang serupa dengan modalistik monarkianisme. Paham modalisme secara umum telah muncul selama abad ke-2 dan ke-3, dan dianggap sebagai bidat oleh Gereja yang berpaham Trinitas sesuai Kredo Nikea. Sabellius berkata: "Yang sama seperti Bapa, yang sama seperti Putra, yang sama seperti Roh Kudus. Mereka adalah tiga nama, tetapi nama untuk realitas yang sama. Apakah kita memiliki satu atau tiga Allah?” (artinya, sabellius percaya bahwa kita hanya memiliki satu Tuhan, dalam Monarki Ilahi).

Sabellius menganut doktrin monotheisme ketat. Ia berpendapat bahwa Tuhan Allah adalah "Esa". Ia menekankan keesaan Ketuhanan sejauh menyangkal perbedaan yang berarti antara anggota Tritunggal. Esa dalam pengertian Allah Bapa adalah Putra (Yesus) yang adalah Roh Kudus. Jadi tidak heran kalau Sabellius mengklaim bahwa ketiga nama itu semuanya milik satu pribadi Ilahi, yang hanya memanifestasikan diri-Nya pada waktu yang berbeda sebagai karakter yang berbeda. Jadi tidak heran kalau ia menolak konsep Tritunggal yang berkaitan dengan natur Allah. Ia berpendapat bahwa Trinitas bukan berkaitan dengan natur Allah, tetapi hanya cara Allah dalam menyatakan diriNya. Itu sebabnya ia menyakini bahwa Allah Bapa menyatakan diri-Nya dalam Perjanjian Lama melalui pemberian Hukum Taurat, lalu menyatakan diriNya dalam wujud Putra (Yesus Kristus) dan yang terakhir Ia menampakkan diri dalam wujud Roh Kudus. Tidak heran bila Sabelius mengangap Allah Bapa, Yesus, dan Roh Kudus hanyalah tiga aspek atau manifestasi atau peran dari satu ilahi yang sama. Di masa ini, ajaran ini bangkit kembali dan disebut sebagai “Pentakolstalisme Keesaan-Oneness Pentecost”. Sabelianisme jelas sangat bertentangan dengan ajaran resmi Gereja, baik pada masa lalu mau pun sekarang.

Ajaran ini berlawanan dengan kebenaran Alkitab dimana Tritunggal adalah Allah dalam satu esensi dan memiliki tiga pribadi atau hipostasi. Formula ini merupakan suatu hal yang misteri dan paradoks tetapi tidak bertentangan. Keesaan Allah dinyatakan sebagai esensi-Nya atau keberadaan-Nya, sedangkan keberagamannya diekspresikan dalam tiga pribadi. Istilah Tritunggal sebenarnya tidak ada di dalam Alkitab, baik di Perjanjian Lama mau pun Perjanjian Baru. Konsep ini bukan hasil kesimpulan, atau penemuan yang dihasilkan oleh kemampuan rasional manusia namun, oleh karena penyertaan Roh Kudus saat Gereja menghadapi bidat-bidat yang muncul dalam diri Gereja. Doktrin ini nyata adanya dan diajarkan di dalam Alkitab. Hal ini terlihat di Ulangan 6:4 yang menyatakan bahwa Allah itu esa. Di sisi lain, Alkitab pun menyatakan dengan tegas keilahian tiga Pribadi dari Allah: Allah Bapa, Firman Allah (Kristus), Roh Kudus Allah. Allah Bapa, Firman/Putra Allah (Kristus) mau pun Roh Kudus Allah adalah tiga pribadi yang berbeda, yang masing-masing pribadi berada dalam Hakekat yang sama dalam Diri Allah. Satu pun tidak ada yang lebih rendah dari yang lain.

Bapa tidak lebih tinggi dari Putra dan Roh Kudus, ataupun Putra lebih tinggi dari Roh Kudus dan Bapa, maupun sebaliknya, ketigaNya adalah sehakikat dan tak terpisahkan dan hubungan ketigaNya adalah “kasih”. Allah adalah kasih, oleh karena Ia adalah kasih itu sendiri, Bapa mengasihi Putra-Nya dan juga Roh-Nya, serta Putra mengasihi Bapa dan juga Roh-Nya, dan Roh mengasihi Bapa dan juga Putra-Nya. ketigaNya saling mengasihi, karena hubungan inilah Ia adalah sumber Kasih (1 Yohanes 4:7-21). Dalam ayat tersebut dijelaskan bahwa karena kasihNya, Ia mengutus PutraNya, sebagai perantara antara Allah yang secara EsensiNya tidak dapat dilihat oleh manusia, melalui PutraNya kita mengenal Allah yang tak terjangkau dan Tak Nampak, dan Ia mengaruniakan RohNya supaya kita ikut ambil dalam kehidupan misteri Ilahi. Selain itu Alkitab baik Perjanjian Baru mau pun Perjanjian Lama menyatakan bahwa ketiga Pribadi dalam Tritunggal itu telah ada, sebelum segala abad dan bersama-sama hadir dalam segala abad, dan satu hakekat sebagaimana yang telah tertuang dalam pengakuan iman nicea.

Gereja Timur memiliki pemahaman bahwa Allah, bukanlah merupakan suatu substansi yang dapat dipahami karena Allah tidak memiliki awal dan akhir, dan Ia kekal abadi. Allah Bapa adalah asal dan sumber dari segala sesuatu yang dariNya Firman itu dilahirkan dan oleh kuasa sang Roh semuanya itu menjadi ada, dan ketiganya tidak diciptakan. Melalui pekerjaan Roh Kudus manusia (disebut theosis), dapat menjadi baik (seperti Tuhan), tidak menjadi tidak diciptakan, tetapi manusia mengambil bagian dari kodrat ilahi-Nya (2 Petrus 1:4).

Oneness Pentakostalisme percaya bahwa Yesus adalah "Anak" hanya ketika Ia menjadi manusia di bumi, tetapi adalah Bapa sebelum menjadikan manusia. Mereka menyebut Bapa sebagai "Roh" dan Putra sebagai "Daging", tetapi mereka percaya bahwa Yesus dan Bapa adalah satu Pribadi yang esensial, meskipun berperan sebagai "manifestasi" atau "mode" yang berbeda. Oneness Pentakostalisme menolak doktrin Trinitas, melihatnya sebagai pagan dan tidak Alkitabiah, dan berpegang pada doktrin “Nama Yesus” sehubungan dengan pembaptisan. Mereka sering disebut sebagai "Modalis" atau "Hanya Yesus" . Oneness Pentakostalisme dapat dibandingkan dengan Sabellianisme kuno, atau dapat digambarkan sebagai yang berpegang pada suatu paham Sabellianisme, karena keduanya masuk dalam kelompok nontrinitarian, dan karena keduanya percaya bahwa Yesus adalah "Tuhan Yang Mahakuasa dalam Daging", tetapi mereka tidak sepenuhnya mengidentifikasi satu sama lain.

 

Tidak dapat dipastikan apakah Sabellius mengajarkan Modalisme sepenuhnya seperti yang diajarkan hari ini sebagai doktrin oneness, karena hanya beberapa bagian dari tulisannya yang masih ada dan oleh karena itu, semua yang kita miliki dari ajarannya datang melalui tulisan para tokoh Gereja yang menjadi lawannya. Kutipan berikut yang menunjukkan beberapa karakteristik doktrin yang diketahui dari Sabellian kuno dapat dilihat untuk dibandingkan dengan doktrin dalam gerakan Oneness modern:

Ø  Cyprian menulis - "...bagaimana, ketika Allah Bapa tidak dikenal, bahkan dihujat, dapatkah mereka yang di antara bidat dikatakan telah dibaptis dalam nama Kristus, dan dihakimi untuk memperoleh pengampunan dosa?”

Ø  Hippolytus (170–236 M) menyebut mereka - "Dan beberapa di antaranya menyetujui bidat Novatianisme, dan menegaskan bahwa Bapa sendiri adalah Putra..."

Ø  Paus Dionysius , Uskup Roma dari tahun 259–269 M menulis - "Sabellius... menghujat dengan mengatakan bahwa Anak itu sendiri adalah Bapa dan sebaliknya."

Ø  Tertullian menyatakan - "Dia memerintahkan mereka untuk membaptis orang di dalam Bapa dan Putra dan Roh Kudus, bukan di dalam Allah yang satu pribadi. Dan memang bukan hanya sekali, tetapi tiga kali, bahwa kita dibenamkan di dalam tiga pribadi, pada masing-masing penyebutan dari nama tersebut.”

Dalam gerakan modern, theologi modalisme sabellian lebih dikenal sebagai Oneness. Sementara Oneness Pentakostalisme berusaha untuk membedakan diri dari ajaran Sabellianisme kuno, teolog modern seperti James R. White dan Robert Morey melihat tidak ada perbedaan yang signifikan antara ajaran sesat kuno Sabellianisme dan doktrin Oneness saat ini. Hal ini didasarkan pada penolakan oleh Pentakosta terhadap Keesaan dalam Trinitas, dan percaya bahwa tidak ada perbedaan antara Bapa, Anak, dan Roh Kudus (lebih dikenal Allah yang satu pribadi saja, tetapi memiliki tiga peran).

Sumber :

o   https://www.greekorthodox.org.au/?page_id=3356

o   https://www.britannica.com/topic/Sabellianism

o   https://www.oca.org/orthodoxy/the-orthodox-faith/doctrine-scripture/the-symbol-of-faith/nicene-creed

o   https://www.ccel.org/ccel/schaff/creeds2.iv.i.ii.i.html

o   https://holy-trinity.org/doctrines-and-practices

o   https://holytrinitydallas.org/our-faith/teachings

o    https://www.orthodoxcatechismproject.org/introduction-to-orthodoxy/-/asset_publisher/IXn2ObwXr9vq/content/introduction-to-orthodoxy-4-the-holy-trinity?inheritRedirect=false

o   https://www.britannica.com/topic/Modalistic-Monarchianism

o   Vladimir Lossky, The Mystical Theology of the Eastern Church, SVS Press, 1997, p.50-59.( ISBN 0-913836-31-1) James Clarke & Co Ltd, 1991. ( ISBN 0-227-67919-9)

o   Cyprian of Carthage, “The Epistles of Cyprian,” in Fathers of the Third Century: Hippolytus, Cyprian, Novatian, Appendix, ed. Alexander Roberts, James Donaldson, and A. Cleveland Coxe, trans. Robert Ernest Wallis, vol. 5, The Ante-Nicene Fathers (Buffalo, NY: Christian Literature Company, 1886), p.383.

o   Hippolytus of Rome, “The Refutation of All Heresies,” in Fathers of the Third Century: Hippolytus, Cyprian, Novatian, Appendix, ed. Alexander Roberts, James Donaldson, and A. Cleveland Coxe, trans. John Henry MacMahon, vol. 5, The Ante-Nicene Fathers (Buffalo, NY: Christian Literature Company, 1886), 123–124.

o   Dionysius of Rome, “Against the Sabellians,” in Fathers of the Third and Fourth Centuries: Lactantius, Venantius, Asterius, Victorinus, Dionysius, Apostolic Teaching and Constitutions, Homily, and Liturgies, ed. Alexander Roberts, James Donaldson, and A. Cleveland Coxe, vol. 7, The Ante-Nicene Fathers (Buffalo, NY: Christian Literature Company, 1886), p.365.

o   Samuel Macauley Jackson, ed., The New Schaff-Herzog Encyclopedia of Religious Knowledge: Embracing Biblical, Historical, Doctrinal, and Practical Theology and Biblical, Theological, and Ecclesiastical Biography from the Earliest Times to the Present Day (New York; London: Funk & Wagnalls, 1908–1914), p.16.

o   Robert A. Morey, The Trinity: Evidence and Issues (Iowa Falls, IA: World Pub., 1996), 502–507.

o   A History of Christianity: Volume I: Beginnings to 1500 by Kenneth S. Latourette, Revised Edition p.144-146, published by HarperCollins, 1975: ISBN 0-06-064952-6, ISBN 978-0-06-064952-4 [1]

0 komentar:

Posting Komentar