Pages

Jumat, 16 Juli 2021

Apa Itu Gereja Orthodox?

 001) Apakah arti nama Orthodox? 

Jawab:Orthodox bukan berarti "kolot" namun berasal dari dua kata Yunani:
a. Orthos (ορθος), artinya benar/lurus.
b. Doxa (δόξα), artinya adalah kepercayaan/ajaran.

Jadi makna kata Orthodox adalah “kepercayaan/ajaran yang benar/lurus”.

Picture
002) Kapan dan siapakah pendiri Gereja Orthodox?
Jawab:

Gereja Orthodox didirikan oleh Yesus Kristus sendiri, pada zaman para rasul ada 5 Kota Pusat Kristen yang disebut sebagai Pentarkhi, antara lain:
a) Gereja Antiokhia (Syria, sekarang Turki), oleh Rasul Petrus tahun 37 AD.
b) Gereja Konstantinopel (sekarang Turki), oleh Rasul Andreas tahun 38 AD.
c) Gereja Roma (Itali), oleh Rasul Petrus & Paulus tahun 42 AD.
d) Gereja Alexandria (Mesir), oleh Ev.Markus tahun 43 AD.
e) Gereja Yerusalem (Israel), oleh Rasul Yakobus tahun 49 AD.
                                                                                                   
Juga terdapat gereja-gereja para rasul lainnya yang tidak menjadi Kota Pusat Kristen, misalnya Gereja Kristen India didirikan oleh Rasul Thomas, Gereja Kristen Assyria (Persia) dan Armenia didirikan oleh Rasul Bartholomeus dan Rasul Yudas Thadeus, dan Gereja Kristen Ethiopia didirikan oleh Sang Penginjil Filipus. Pada perkembangan selanjutnya, wilayah-wilayah Gereja tersebut disebut sebagai Yuridiksi. Sebagian besar Gereja-Gereja tersebut tetap dalam kesatuan dan lestari hingga kini menggunakan nama Gereja Orthodox.

003) Apakah bukti bahwa Gereja Orthodox didirikan oleh Kristus diatas iman para rasul dan melestarikan ajaran para rasul?
Jawab:
Gereja Orthodox memiliki mata rantai Suksesi Rasuli (Apostolic Succession), dimana sejak zaman para rasul selalu dilakukan penumpangan tangan bagi pengganti para rasul, Suksesi Rasuli ini sudah tercatat dalam Sejarah Gereja dan dokumen Sejarah Dunia.

A. Kesaksian dari Gereja Katolik Roma

... From the Apostolic era until now, the Orthodox Church of Greece has been a rich source from which the Church of the West too has drawn for her liturgy, spirituality and jurisprudence (cf. Unitatis Redintegratio, 14). A patrimony of the whole Church are the Fathers, privileged interpreters of the apostolic tradition, and the Councils, whose teachings are a binding element of all Christian faith ... 
Translate:
... Sejak dari zaman kerasulan sampai sekarang, Gereja Orthodox Yunani telah menjadi sumber yang kaya dimana Gereja Barat  juga telah ditarik untuk spiritualitas, liturgi, dan hukum Gerejawi (cf. Unitatis Redintegratio, 14). Suatu harta warisan luhur dari seluruh Gereja yaitu Para Bapa (Gereja), penafsir istimewa dari tradisi rasuli, dan konsili-konsili, yang ajarannya adalah suatu unsur yang mengikat semua iman Kristen ... 
[Paus Katolik Roma Yohanes Paulus II]
[http://www.vatican.va/holy_father/john_paul_ii/speeches/2001/documents/hf_jp-ii_spe_20010504_archbishop-athens_en.html]

B. Kesaksian dari Gereja Protestan

Pure Faith of primitive Christianity is to be found in the Orthodox Church.
Translate:
Iman yang murni dari Kristen mula-mula dapat ditemukan didalam Gereja Orthodox.
[Martin Luther]

... Gereja timur hampir tak berubah lagi, baik secara lahiriah maupun batiniah, padahal Gereja barat berkembang terus, baik susunannya maupun ajarannya ... Keadaan Gereja Timur: Gereja ini mempertahankan peraturan dan susunan Gereja Lama, yaitu segala uskup sama tinggi derajatnya ... Pada persidangan-persidangan “gerakan oikumenis” di Eropa Barat sejak tahun 1925, Gereja Ortodoks diwakili oleh uskup-uskupnya. Di situ nyata betapa indah harta rohani Gereja itu yang dipeliharanya sampai sekarang ini ...
[Dr. H. Berkhof. Sejarah Gereja. halaman 60]

004)  Apakah perbedaan antara Gereja Orthodox Timur dan Gereja Orthodox Oriental?
Jawab:
Gereja Orthodox Timur mengakui hasil 7 Konsili Ekumenis sementara Gereja Orthodox Oriental terpisah dari Gereja Orthodox Timur sejak tahun 451 AD karena tidak menerima hasil keputusan Konsili Ekumenis Khalsedon, dengan demikian Gereja Orthodox Oriental hanya mengakui hasil 3 Konsili Ekumenis sebelum Konsili Ekumenis Khalsedon.

Gereja Orthodox Oriental (Non-Khalsedon) antara lain terdiri atas: Gereja Rasuli Armenia, Gereja Koptik Alexandria, Gereja Ethiopia Tewahedo, Gereja Eritrean Tewahedo, Gereja Orthodox Syria, dan Gereja Orthodox Syria-India. Gereja Orthodox Oriental belum dalam Persekutuan Penuh (full-communion) dengan Gereja Orthodox Timur. Namun sampai saat ini, Persekutuan Penuh (full-communion) antara Gereja Orthodox Timur dan Gereja Orthodox Oriental sedang diusahakan dalam bentuk berbagai dialog Theologis.

005) Apakah Gereja Orthodox sama dengan Gereja Katolik Roma ataukah Gereja Protestan? 
Jawab:
Tidak sama dengan keduanya. Gereja Orthodox sudah ada bersama-sama dengan Gereja Katolik Roma sejak zaman para rasul, namun tahun 1054 AD terjadilah Skisma Besar yang menyebabkan terpisahnya Gereja Katolik Roma dari Gereja Orthodox, sedangkan Gereja Protestan paling awal baru lahir pada tahun 1517 AD.

006) Sejak kapan istilah Orthodox muncul? sejak kapan nama Gereja Orthodox digunakan?
Jawab:
Istilah Orthodox sendiri sudah muncul sejak abad ke-4 untuk membedakan sifat Gereja yang sejati dengan persekutuan para bidat yang muncul pada abad-abad tersebut, meskipun pada saat itu istilah Orthodox belum digunakan sebagai nama/label Gereja.

...The word was first used in early 4th-century Christianity by the Greek Fathers...
Translate:
...Kata (Orthodox) pertama kali digunakan pada awal abad ke-4 keKristenan oleh para bapa-bapa Gereja Yunani... 
[http://dictionary.reference.com/browse/orthodox

Sebutan/label Gereja Orthodox sendiri mulai digunakan pada abad 19 oleh para Theolog Gereja Barat karena banyaknya sebutan pernyataan "Iman Yang Benar (Orthodox)" dalam pengajaran Gereja Orthodox. Dalam kajian Theologi formal sendiri, sebutan yang dipakai untuk Gereja Orthodox adalah Gereja Katolik (namun bukan Gereja Katolik Roma, misalnya pada Ensiklik Para Patriarkh Timur tahun 1848 AD), jadi penerimaan sebutan Gereja Orthodox pada era modern ini adalah untuk menghindari kebingungan antara penyebutan Gereja Katolik (Gereja Orthodox) dan Gereja Katolik Roma saja, dan tanpa meninggalkan nama Gereja yang tepat yaitu Gereja Katolik (bukan Katolik Roma).

It would seem that this name was given by Western scholars (just as "Byzantine" was). The expression "Orthodox Church" became used in the late 1800s/early 1900s... " it gradually became accepted that "Orthodox/Orthodox church" would be an acceptable name...
Translate:
Tampaknya nama ini (Gereja Orthodox) telah diberikan oleh para Theolog Barat (sebagaimana istilah Byzantin juga demikian). Ekspresi "Gereja Orthodox" mulai digunakan pada akhir tahun 1800 atau awal tahun 1900... lambat laun istilah "Orthodox/Gereja Orthodox" diterima sebagai sebuah nama... 
[http://www.orthodoxanswers.org/answer/597/

...The term Eastern Orthodox Church is not officially used by the Orthodox Church themselves but has only recently been applied to the Orthodox Church by the Roman Catholic and Protestant denominations... 
Translate:
...Istilah Gereja Orthodox Timur bukanlah secara resmi digunakan oleh Gereja Orthodox itu sendiri melainkan telah diterapkan kepada Gereja Orthodox oleh Katolik Roma dan denominasi-denominasi Protestan...
[http://wiki.answers.com/Q/When_was_the_Eastern_Orthodox_Church_founded]

Picture007) Mengapa terjadi Skisma Besar antara Gereja Orthodox dan Gereja Katolik Roma?
Jawab:
Penyebab terjadinya Skisma Besar pada tahun 1054 AD tersebut antara lain:
a) Didasari oleh perbedaan interpretasi Gereja Katolik Roma atas gelar Primus Interpares (Yang Utama Diantara Yang Sederajat) yang diberikan bagi Gereja Roma sehingga Gereja Katolik Roma mencoba untuk menundukkan semua yuridiksi Gereja dibawah kuasanya. Tradisi Rasuli menegaskan bahwa gelar Primus Interpares mengandung makna bahwa Gereja Roma dihormati sebagai yang utama dan bukan berarti memiliki kuasa hukum (supreme) atas seluruh Gereja yang lain.
b) Gereja Katolik Roma menambahkan klausa “Filioque” pada Kredo yang mana telah disetujui oleh Gereja Semesta (seluruh yuridiksi) dan tidak dapat diubah (ditambahi atau dikurangi kecuali melalui Konsili Ekumenis lainnya) karena telah menyangkut nilai-nilai Theologis Gereja.
c) Gereja Katolik Roma mewajibkan seluruh Imam untuk selibat, padahal Tradisi Rasuli dan Kitab Suci tidak pernah berkata demikian. Rasul Petrus menikah dan Rasul Paulus selibat, semuanya adalah sesuai panggilan pelayanannya masing-masing.
d) Gereja Katolik Roma mewajibkan seluruh Gereja yuridiksi lain untuk menggunakan Ritus Latin dan pemakaian Hosti (roti tanpa ragi) sebagai roti yang digunakan dalam Perjamuan Kudus/Ekaristi.

008) Apakah Gereja Orthodox sama dengan Gereja Uniat Timur?
Jawab:
Tidak sama, Gereja Uniat Timur adalah gereja yang tunduk pada Gereja Katolik Roma dan merupakan bagian Gereja Katolik Roma namun memakai Ritus Timur dibandingkan dengan Ritus Latin. Hal ini sama halnya dengan Kharismatik Katolik Roma berbeda dengan Protestan Kharismatik.

009) Berapakah jumlah umat Orthodox sedunia?
Jawab:
+ 350 juta umat.

010) Apakah ada keselamatan diluar Gereja Orthodox? Bagaimana dengan prinsip Extra Ecclesiam Nulla Salus (Diluar Gereja Tidak Ada Keselamatan)?
Jawab: 
Mengingat Kitab Suci menyatakan adanya Wahyu Umum maka dalam kondisi tertentu kemungkinan masih ada keselamatan diluar Gereja Orthodox,

Rm 2:14-16
14. Apabila bangsa-bangsa lain yang tidak memiliki hukum Taurat oleh dorongan diri sendiri melakukan apa yang dituntut hukum Taurat, maka, walaupun mereka tidak memiliki hukum Taurat, mereka menjadi hukum Taurat bagi diri mereka sendiri.
15. Sebab dengan itu mereka menunjukkan, bahwa isi hukum Taurat ada tertulis di dalam hati mereka dan suara hati mereka turut bersaksi dan pikiran mereka saling menuduh atau saling membela. 
16. Hal itu akan nampak pada hari, bilamana Allah, sesuai dengan Injil yang kuberitakan, akan menghakimi segala sesuatu yang tersembunyi dalam hati manusia, oleh Kristus Yesus. 

Metropolitan Kallistos Ware menganalisa prinsip Extra Ecclesiam Nulla Salus (Diluar Gereja Tidak Ada Keselamatan) bukan berarti bahwa mereka yang tidak ada dalam Gereja Orthodox pasti tidak selamat, juga bukan bahwa semua umat Orthodox pasti selamat, oleh karena itu Gereja Orthodox menyadari adanya Gereja yang nampak secara pasti (Gereja Orthodox) dan Gereja yang tak nampak (diluar Gereja Orthodox), jadi yang disebut dengan Gereja dalam klausa "Ecclesiam" diatas menyangkut pada siapa saja yang diselamatkan Kristus pada akhir zaman. Sebagaimana kata Irenaeus: "Kami mengetahui secara pasti dimana Gereja berada (Gereja yang nampak) namun kami tidak tahu pasti dimana Gereja tidak berada (Gereja yang tak nampak)”.
[The Church is One, Chapter II. Metropolitan Kallistos Ware]

Namun Gereja Orthodox sebagai Gereja Yang Dalam Kepenuhan Kebenaran berusaha mengumandangkan dan mengajak Gereja yang tak nampak ini untuk bergabung dan bersatu dengan Gereja yang nampak, yaitu Gereja Orthodox, untuk menikmati kepenuhan Kristus secara pasti bersama-sama.

011) Bagaimana Dasar Kebenaran Theologi Gereja Orthodox?
Jawab:
Gereja Katolik Roma menyatakan ada 3 Pilar Gereja sebagai Sumber Infalibel, yaitu: Tradisi Suci, Kitab Suci, dan Magisterium; dimana Magisterium adalah interpretasi dari Tradisi Suci yang berkembang dan Kitab Suci. Hubungan antara ketiganya disebut Sola Ecclesia (Hanya Gereja).
Gereja Protestan menyatakan Sola Scriptura (Hanya Kitab Suci), yaitu: Kitab Suci adalah sebagai satu-satunya Sumber Infalibel sebagai tolok ukur sumber lainnya.
Gereja Orthodox menggunakan 2 Sumber Infalibel, yaitu: Tradisi Rasuli dan Kitab Suci, dimana Tradisi Rasuli yang tetap/statis merupakan interpretasi atas Kitab Suci. Hubungan yang demikian disebut sebagai Regula Fidei (Aturan Iman).

Ternyata hal tersebut selaras dengan Kitab Suci sendiri,

2Tes 2:15
15. αρα ουν αδελφοι στηκετε και κρατειτε τας παραδοσεις ας εδιδαχθητε ειτε δια λογου ειτε δι επιστολης ημων.
15. Therefore, brethren, stand fast and hold the traditions which you were taught, whether by word or our epistle.
15. Sebab itu, berdirilah teguh dan berpeganglah pada ajaran-ajaran yang kamu terima dari kami, baik secara lisan, maupun secara tertulis.


Kata-kata yang diterjemahkan oleh LAI sebagai “ajaran-ajaran” diatas berasal dari kata “παραδοσεις” (paradoseis) yang artinya adalah “tradisi”, Alkitab King James Version (Inggris) lebih tepat dalam menterjemahkan hal ini. Jadi Gereja Orthodox mendasari Theologinya berdasarkan Tradisi Rasuli baik yang lisan ataupun tertulis (Kitab Suci).

019) Apakah tujuan terbesar umat Orthodox?
Jawab:
Mencapai Theosis (Memanunggalkan diri/mengambil bagian dalam Kodrat Ilahi), sebagaimana Kitab Suci mencatat:

2Ptr 1:4
4. Dengan jalan itu Ia telah menganugerahkan kepada kita janji-janji yang berharga dan yang sangat besar, supaya olehnya kamu boleh mengambil bagian dalam kodrat ilahi, dan luput dari hawa nafsu duniawi yang membinasakan dunia.


012) Bagaimana cara untuk menjadi umat Orthodox?
Jawab:
Hubungi Gereja Orthodox terdekat, ikuti Katekisasi Orthodox dengan baik, dibaptis air (jika belum atau baptisan yang tidak sah), menerima Sakramen Khrisma, dan dengan kasih, rajin dan setia menerapkan Orthodoxia (Ajaran Yang Benar), Ortholatria (Penyembahan Yang Benar), dan Orthopraxia (Praktek Hidup Yang Benar) serta senantiasa memelihara rahmat-rahmat Sakramen dalam Gereja.

St. Konstantinus Agung dan Tuduhan Perubahan Sabat

 

 

 

Gaius Flavius Valerius Aurelius Constantinus (lahir 27 Februari 272 – meninggal 22 Mei 337 pada umur 65 tahun), yang lazim dikenal sebagai Konstantinus IKonstantinusAgung adalah seorang Kaisar Romawi, yang dinyatakan sebagai Augustus oleh pasukan-pasukannya pada 25 Juli 306 dan yang memerintah atas bagian Kekaisaran Romawi yang terus-menerus berkembang hingga kematiannya.

Konstantinus paling diingat pada masa kini untuk Edik Milano pada 313, yang sepenuhnya melegalisasi agama Kristen di seluruh Kekaisaran, untuk pertama kalinya, dan dia juga berperan dalam Konsili Nicea pada 325. Tindakan-tindakannya ini dianggap sebagai faktor-faktor penting dalam penyebaran agama Kristen. Reputasinya sebagai "Kaisar Kristen pertama" telah dikemukakan oleh sejarahwan dari Lactantius dan Eusebius dari Kaisaria hingga pada masa kini.

Namun dalam perkembangan jaman, dan perpecahan Gereja, Jasa besar yang telah dilakukan Konstantinus seolah-olah tidak berarti dan pribadinya dituding dengan sebuah tuduhan dari kaum Kristen modern sebagai tokoh yang merubah hari Sabat. Tuduhan perubahan Sabat ini sering dikait-kaitkan dengan sebuah Edik (Undang-undang) yang beliau keluarkan, yaitu sering disebut oleh para penuduh sebagai Edik Konstantinus.

Mari kita bahas Edik Konstantinus ini dengan melihat sejarah perjuangan St.Konstantinus.
Jika kita lihat pribadi beliau sebagai seorang Raja kerajaan Roma yang mayoritas penduduknya menganut paham paganisme (bertuhankan banyak Dewa) maka beliau haruslah mengambil kebijaksanaan yang dapat mengayomi mayoritas penduduk Roma dan juga dapat melindungi sahabat-sahabatnya seiman yang telah membawa dia kepada Yesus Kristus Tuhan kita.

Bayangkan jika kita bawa peristiwa masa itu, seperti di Negara kita Indonesia jaman sekarang ini, ketika penduduk mayoritas adalah Muslim, tentu saja segala kebijaksanaan hukum haruslah dipertimbangkan dengan berbagai faktor,salah satunya adalah agama mayoritas yang dianut oleh Negara ini yaitu Muslim.

Coba kita bayangkan jika Indonesia dipimpin seorang Presiden Kristen lalu kemudian menetapkan hukum yang merobohkan iman mayoritas penduduk, dan mengkristenkan segala hukum-hukum di Negara Indonesia ini. Saya yakin presiden yang demikian akan ditendang oleh Senat (DPR – MPR) dan mungkin malah akan diamuk masa.
Dengan berbekal perumpamaan di atas, saya ingin membawa pemahamannya kepada kasus Edik Konstantinus, memperlakukan Pribadi Konstantinus sebagai pemimpin Negara, karena memang demikianlah sebagaimana mestinya, karena beliau bukanlah pemimpin agama.

Di dalam Edik Milano yaitu Edik yang melegalisasi agama Kristen diterima sebagai agama Negara, St. Konstantinus menunjukkan sikap untuk saling menghargai antar umat beragama, baik Kristen yang baru berkembang dari masa penganiayaan di kerajaannya dan Paganisme yang adalah agama mayoritas saat itu. Dengan membuat Edik Milano, Konstantinus dapat meyakinkan senat dan rakyat bahwa semua keyakinan di fasilitasi di negaranya, dan tidak kemudian merobohkan keyakinan Kerajaan Roma sebelumnya yaitu paganisme yang saat itu masih banyak dianut oleh rakyat Roma.

Dalam posisinya sebagai kepala Negara, beliau tetap memberikan kewenangan kepada Gereja untuk mengatur segala urusan Gerejawi, sebagaimana kitab suci katakan (Titus 1 : 7) bahwa yang berhak mengatur Gereja adalah Penilik Jemaat (Episkop) dan bukan kaisar, dan ketika terjadinya pertentangan iman di tubuh jemaat maka para Penilik Jemaat berkumpul untuk mengadakan Konsili Kudus sesuai dengan teladan kitab suci (Kis 15).

Di masa pemerintahannya pula kita dapat lihat bahwa antara ketetapan Negara dan ketetapan iman diambil oleh pihak yang berkewajiban untuk menetapkannya,oleh karenanya ketika kita berbicara mengenai ketetapan iman, maka di jaman pemerintahannya, Para Penilik Jemaat (Episkop) beberapa kali mengadakan konsili, dan salah satu konsili yang paling terkenal adalah Konsili Nicea pada tahun 325 yang menghasilkan Syahadat Gereja yang masih terjaga hingga sekarang.

Adalah sesuatu yang tidak bijaksana jika kita mengkait-kaitkan Undang-undang Negara Romawi yang ditetapkan kaisar Konstantinus untuk mengatur negaranya dengan ketetapan iman Gereja Kristus. Dalam hal ini saya ingin katakan bahwa para penuduh Kristen modern sekarang mencampur-adukkan kebijaksanaan politik Negara dan ketetapan iman.

Kembali ke permasalahan Edik Konstantinus. Demikianlah bunyi Edik yang ditetapkan Konstantinus sebagai Kepala Negara Kerajaan Roma pada tahun 321M.

"One the venerable day of the Sun let the magistrates and people residing in cities rest, and let all workshops be closed. In the country however persons engaged in agriculture may freely and lawfully continue their pursuits because it often happens that another day is not suitable forgain-sowing or vine planting; lest by neglecting the proper moment for such operations the bounty of heaven should be lost. (Given the 7th day of March,Crispus and Constantine being consuls each of them the second time."

Codex Justinianus, lib. 3, tit. 12, 3; translated in History of the Christian Church, Philip Schaff, D.D., (7-vol.ed.) Vol. III, p.380. NewYork, 1884

Sumber : http://www.sundaylaw.net/studies/truelife/liberty/sab2sun.htm

Terjemahan :
“Suatu hari terhormat dari Sang Matahari biarlah hakim dan orang-orang yang berada di kota-kota lain, untuk membiarkan semua bengkel tutup. Namun dalam Negara dimana orang-orang yang bergerak di bidang pertanian dapat dengan bebas dan sah melanjutkan kegiatan mereka karena sering terjadi bahwa hari lain tidak cocok untuk penyemaian atau menanam anggur, jangan sampai dengan mengabaikan saat yang tepat untuk pekerjaan tersebut karunia dari surga harus hilang.”

Dalam undang-undang Negara romawi yang ditetapkan oleh raja Konstantinus ini, kita dapat melihat bahwa beliau memfasilitasi rakyatnya yang masih banyak beragama paganisme untuk beribadah pada hari yang disebut hari Sang Matahari. Dari bunyi hukum ini jelas ditujukan tidak untuk umat Kristiani, karena menggunakan istilah paganisme. Jika memang ini ditujukan untuk umat Kristen seperti yang dituduhkan, maka seharusnya menggunakan istilah Kristen, mungkin disebut “One the Venerable day of Christ.”

Lalu bagaimanakah Hukum Gereja untuk mereka yang beriman Kristiani pada jaman Gereja Perdana?
Sebagaimana saya katakan sebelumnya bahwa Ketetapan iman Kristiani itu dirumuskan dalam Konsili Kudus dengan teladan para rasul sendiri (Kis 15). Dan di jaman permulaan perkembangan iman Kristen diadakan beberapa Konsili Gereja Kristus yang menetapkan mengenai ketetapan iman, salah satunya mengenai hari sabat. Inilah beberapa ketetapan sabat dalam Hukum Gereja Perdana Kristus.

“I Peter and Paul do make the following constitutions. Let the slaves workfive days; but on the Sabbath-day and the Lord's day let them have leisure togo to church for instruction in piety. We have said that the Sabbath is onaccount of the creation, and the Lord's day of the resurrection.”

Terjemahan :
"Saya Petrus bersama dengan Paulus membuat peraturan sebagai berikut, Biarkan pekerja bekerja selama lima hari, tetapi pada hari Sabat dan Minggu biarkanlah mereka memiliki waktu luang untuk pergi ke Bait Tuhan untuk mendapatkan pengajaran dalam kesalehan. Kami menyatakan bahwa Sabat bermakna tentang penciptaan, dan Minggu bermakna tentang kebangkitan."

St. Petrus dan Paulus, KONSTITUSI PARA RASUL KUDUS, Pasal 33
Sumber : http://www.synaxis.org/cf/volume07/ECF00038.htm


“The Gospels are to be read on the Sabbath [i.e. Saturday], with the otherScriptures.”

Terjemahan :
"Kitab Suci haruslah dibacakan pada hari Sabat, bersamaan dengan tulisan-tulisan para rasul lainnya."

✥ Kanon ke enam belas, Konsili Laodicea 364 M ✥
Sumber: http://www.newadvent.org/fathers/3806.htm

Dengan melihat bukti-bukti yang ada, dan bijaksana dalam menilai sejarah, kita dapat lihat bahwa tuduhan yang dilakukan komunitas Kristen Modern adalah buah dari kebingungan mereka untuk memisahkan mana yang Hukum Negara dan mana yang Hukum Gereja. Masihkah anda menuduh Konstantinus merubah hari ibadah Kristen dari Sabat ke Minggu?
Gereja Orthodox yang menjaga teladan Gereja perdana hingga sekarang tetap beribadah di hari Sabat, dengan melaksanakan Sholat Senja Berjemaah. Gereja Orthodox menghormati Konstantinus Agung sebagai pahlawan iman karena jasanya zaman penganiayaan Kristen di seluruh wilayah kerajaan roma yang sangat luas itu berakhir, dan Kristen menjadi agama yang legal di kerajaannya.
Dan marilah bagi para pembaca untuk bijaksana, dan tidak memberikan tuduhan yang sama sekali kita tidak mengerti apalagi cepat menghakimi. Kita harus  mengingat segala tuduhan, ucapan, prilaku, semua yang kita lakukan dalam hidup akan dipertanggungjawabkan di depan pengadilan Kristus yang menakutkan itu. Maukah anda mempertanggungjawabkan tuduhan yang sama sekali anda tidak mengerti?
Kiranya hanya Tuhan yang dipermuliakan dalam catatan saya ini
We Shalom Aleikhem Be Shem Ha Masiakh

Sabtu, 03 Juli 2021

Jembatan Theologi anatara Calvinisme dengan Orthodox Timur

      



    Berikut adalah kutipan illustrasi Pendeta Calvinisme dengan jemaat mudanya :

JM: Seorang jemaat muda  berpaling kepada pendetanya dan berkata, "Pendeta, mengapa saya berdosa?"

P: "Karena kamu tidak taat kepada Tuhan, anakku," jawab Pendeta.

JM: "Tapi kali ini rasanya saya tidak bisa menahan diri, tidak peduli seberapa keras aku berusaha. Pendeta, apakah aku bertanggung jawab atas dosa-dosa yang kulakukan yang berada di luar kendaliku? "

P: "Kenapa kamu berbicara begitu, setelah semua yang kamu lakukan. Jelas kamu memegang kendali, kamu tidak punya alasan untuk mengelak. "

JM: "Tapi pendeta, bukankah anda katakan dalam khotbah Anda bahwa Allah yang berdaulat. Tuhanlah yang memegang kendali, bukan aku? "

P: "Ya betul, Dia selalu memegang kendali. Oleh karenanya mintalah pada-Nya agar kau diberikan kekuatan untuk taat. "

JM: "Saya telah melakukannya dan dia tidak memberi saya kekuatan itu ..."

P: "... Saya rasa tidaklah begitu. Mungkin Dia telah memberikannya namun kamu tidak bertindak berdasarkan ketentuan tersebut. "

JM: "Yah, mungkin. Tetapi jika itu terjadi, mengapa Dia menyebabkan saya untuk tidak bertindak sesuai dengan ketentuan-Nya itu? Mengapa Ia tidak memberi saya kekuatan untuk bertindak atas kekuatan yang Ia berikan? "

P: "Apa? Tidak, tidak, tidak, kamu itu sedang bingung. Kamu tidak mengerti. Allah tidak menyebabkan kamu untuk berbuat dosa. Kamu sendirilah yang melakukannya. "

JM: "Sebagaimana yang saya pikirkan, bukankah Anda sendiri mengatakan dia berdaulat atas segala sesuatu, bahwa Dialah yang menyebabkan segala sesuatu?"

P: ". Ya, tapi tidak"

    Salah satu masalah dalam dialog di atas adalah bahwa pendeta itu terlalu sibuk dengan ber-Theologi di hadapan jemaat yang ia gembalakan dan dia gagal memberikan kepadanya praktek penyembuhan jiwa. Tampaknya pendeta itu ingin memberikan penjelasan logis tentang rahmat dan kasih sayang yang sangat dibutuhkan oleh jemaat muda itu, namun dialog berakhir pada frustasinya kedua belah pihak dan dialog itu mengalami kebuntuan. Kebuntuan pastoral ini berakar dari teka-teki teologis yang terletak di jantung teologi Reformed - Pendekatan monergistic untuk keselamatan.

Dalam pendapatnya Boersma menulis :
    Tentu saja dalam lingkaran pengajaran Calvinis klasik, pertanyaan ini tidak dapat dijawab, seperti yang kita lihat dalam dialog di atas, seperti yang kita lihat pendeta itu semakin frustasi dan marah. Bahkan kemudian, tidak ada jawaban yang membantu untuk menghibur pemuda itu yang sedang dalam keputus-asaan dosanya. Apakah Tuhan mengasihi saya sebagai orang berdosa tidak taat? Apakah Tuhan tidak memiliki cinta yang cukup bagiku untuk menghancurkan dosa-dosa yang telah memperbudakku? Jawaban untuk Calvinis tersebut, yang tersisa terselubung dalam mistisisme menakutkan, kelumpuhan dan ketidakmampuan untuk ajaran Calvinis untuk menjawab pertanyaan apakah benar Tuhan telah sungguh telah memilih seseorang untuk keselamatan dan untuk tidak diselamatkan?

    Boersma menutup pendapatnya itu dari Yesaya 63 : 15 - 17 dimana nabi bertanya mengapa Allah telah mengeraskan hati orang Israel? Meskipun ayat ini dapat membawa sedikit kenyamanan bagi jemaat muda yang bermasalah itu, namun masih tidak mengatasi akar teologis dari masalahnya. Banyak pendeta Reformed atau teolog mengambil konseling taktik yang berbeda, mereka akan mengatakan, janganlah kamu menyusahkan diri dengan Misteri Allah yang kekal dengan segala keputusan-Nya. Tugas Anda adalah untuk 'percaya dan taat,' setia kepada 'hal-hal yang telah diwahyukan' (Ulangan 29:29).

Dalam artikel ini kita akan membahas
(1) Bagaimana perspektif Reformed mengenai kehidupan Kristiani
(2) Bagaimana perspektif Gereja Orthodox mengenai kehidupan Kristiani.

Perspektif Kaum Reformed, Kehidupan Kristen - Keselamatan itu telah ditetapkan.

    Dialog tersebut di atas sungguh memperlihatkan doktrin Reformed tentang ketekunan dari orang-orang kudus. Pendeta setia dan akurat mencerminkan ajaran Calvin tentang kehidupan Kristen.

Calvin menulis:

    "Untuk ketekunan itu sendiri memang juga merupakan karunia Allah, yang ia tidak memberikan pada semua secara tanpa pandang bulu, melainkan Dia mengajarkannya hanya kepada orang-orang yang Dia ingin untuk menerimanya. Jika seseorang mencari alasan mengapa Allah membeda-bedakan, mengapa ada yang bertahan dalam ketaatan dan ada yang gagal keluar dari ketaatan - itu semua tidak terjadi kepada kita selain bahwa Tuhan telah menetapkannya bagi kita, Dialah yang memperkuat mereka yang taat supaya dengan kekuatan mereka sendiri, mereka tidak mengalami kebinasaan, sedangkan untuk yang keluar dari ketaatan bahwa Tuhan menetapkan mereka mungkin untuk menjadi contoh dari ketidakkekalan, oleh karenanya Tuhan tidak memberikan kekuatan yang sama" (Institutes 2.5.3; Calvin 1960:320, emphasis added).

    Menurut Calvin, jika seseorang itu terpilih maka akan menerima rahmat Ilahi (power) untuk melawan dosa, tetapi bagi mereka yang bukan bagian dari umat pilihan, Tuhan dalam kebijaksanaan-Nya ajaib telah menahankan rahmat-Nya dari mereka. Unsur respon manusia atau perjuangan untuk hidup kudus tidak memiliki bagian dalam pemahaman monergistic Calvin tentang keselamatan. Berdasarkan apa yang Calvin tulis, Jemaat Muda dalam kutipan di atas memiliki alasan untuk khawatir tentang keselamatannya.

    Hal ini telah menyebabkan para teolog Reformed mencurahkan energi yang cukup untuk mengatasi masalah ini dengan menegaskan kemungkinan kepastian keselamatan. Pengakuan Iman Westminster mengajarkan:

    "Ketekunan orang-orang kudus tidak tergantung pada kehendak bebas mereka sendiri, tetapi pada kekekalan dari keputusan yang telah dipilihkan bagi mereka, yang mengalir dari cinta bebas dan tidak dapat diubah dari Allah Bapa, atas efektivitas pahala dan syafaat Yesus Kristus, serta Roh kekal yang telah diturunkan Allah dalam diri mereka, dan sifat dari perjanjian kasih karunia, semuanya muncul juga dari infalibilitas dan kepastian yang telah ditetapkan." (Chapter XVII.2; emphasis added.   See also Chapter XVIII and the Westminster Larger Catechism Q. 80)
    Para ahli Theolog Westminster dalam membahas jaminan keselamatan menekankan pada keputusan Ilahi dan melakukan penolakan tentang kehendak bebas manusia. Inilah  permasalahan yang kita temui pada posisi Reformed, yaitu jaminan keselamatan adalah bahasa yang ekstrim digunakan. Penggunaan yang dianggap wajar tanpa pengecualian dari "kepastian" dan "infalibilitas" tampaknya menyiratkan bahwa mereka seolah-olah memiliki penglihatan tembus pandang mampu membedakan kehendak ajaib dari Allah. Sedangkan, Posisi Gereja Orthodox adalah bahwa tujuan kekal individu adalah sebuah misteri, tetapi bahwa kita menaruh kepercayaan kita dalam kebaikan dan belas kasih dari Allah.


Perspektif Gereja Orthodox - Kehidupan Kristen sebagai Perjuangan dan Perjalanan

    Belas Kasihan Allah adalah dasar dari spiritualitas Orthodoxi. Tuhan yang maha pengampun akan menyambut kembali pendosa yang bertobat. Dalam Liturgi Minggu seseorang mendengar berulang-ulang: "Tuhan kasihanilah kami!" Gereja Orthodox memberikan dorongan untuk menumbuhkan jantung pertobatan dengan mengucapkan berulang-ulang Doa Yesus: "Tuhan Yesus Kristus, Anak Allah, kasihanilah aku orang berdosa ini." (Markus 10 : 47) Konsisten hadir di Liturgi Minggu akan memberikan kesadaran bahwa Allah tidaklah keras dalam penghakiman-Nya namun Penghakiman-Nya itu seperti seorang Bapa penyayang menunggu anak-Nya yang hilang untuk pulang (Luk 15 : 11 – 32).

    Gereja Orthodox memahami kehidupan Kristen sebagai salah satu perjuangan, bahkan peperangan suci melawan daging, dunia dan iblis (Gal 5 : 24) . Setelah lahir hidup baru di dalam Kristus kita saat ini terlibat dalam perjuangan sehari-hari melawan nafsu daging, sifat jatuh manusia. Kehidupan Kristen adalah siklus berulang dari perjalanan kita, ketika kita terjatuh, maka kita bangun kembali. Oleh karena itu, seorang Kristiani yang Orthodox tidak terkejut jika mengalami kejatuhan seperti Jemaat Muda di atas. Kristen Orthodox tidak tersiksa dengan paham keselamatan, dan juga tidak menyelidiki pilihan kekal yang telah ditetapkan.

    Penekanan pada belas kasihan Ilahi menjadi dasar Gereja Orthodox memberikan pengajaran mengenai sinergi – yaitu kehendak bebas untuk bekerja sama dengan Allah dalam keselamatan kita. Pandangan ini terletak di suatu tempat berbeda di antara pandangan ekstrem Calvinisme dan pandangan Pelagianisme. Berbeda dengan bid'ah Pelagian yang mengasumsikan bahwa manusia memiliki kemampuan bawaan untuk hidup benar, pendekatan Gereja Orthodox adalah bahwa kita perlu kasih karunia Allah yang diberikan melalui kehidupan sakramental Gereja. Dan tidak seperti Calvinisme yang mengasumsikan bahwa kita benar-benar bejat dan tidak mampu berbuat baik kecuali Allah bertindak pada kita, kita memiliki kapasitas untuk menanggapi undangan Tuhan untuk masuk ke dalam kerajaan-Nya.

    Kami menempatkan diri pada kasih karunia Allah dalam Misteri (sakramen) Gereja. Pelayanan Gereja dalam kombinasi dengan disiplin rohani yang ditentukan oleh Gereja terdiri dari rejimen terapi yang dirancang untuk memulihkan kesehatan rohani kita. Melalui Gereja kita belajar untuk berdoa, untuk berdiam di hadapan Allah, untuk menyangkal keinginan daging, untuk memperoleh kebijaksanaan, singkatnya kita berusaha mencapai "ukuran seluruh kepenuhan Kristus" (Efesus 4:13). Kesalehan seperti ini tidak berjalan begitu saja melainkan sebuah proses sinergis di mana kita diubah oleh Roh Kudus menjadi serupa dengan Kristus.

    Kita mulai kehidupan Kristiani kita dengan hati yang terluka tapi seiring waktu dengan mengikuti cara hidup yang Orthodox, hati kita menjadi lebih kuat, lebih rasional, dan dimurnikan.


Kallistos Ware menulis dalam The Way Orthodox :
Tahap pertama, praktek kebajikan, dimulai dengan pertobatan. Orang Kristen dibaptis, dengan mendengarkan hati nuraninya dan dengan mengerahkan kekuatan kehendak bebasnya, berjuang dengan pertolongan Allah untuk melarikan diri dari perbudakan gairah hawa nafsu. Dengan memenuhi perintah-perintah, dengan tumbuh dalam kesadaran akan yang benar dan yang salah, dan dengan mengembangkan sikap rendah hati, secara bertahap ia mencapai kemurnian hati .... (Hal. 141)


    Seiring waktu perjuangan kita untuk mengikuti perintah-perintah Allah menjadi lebih mudah karena kita menjadi terbiasa untuk melakukan kehendak Allah dan mengesampingkan keinginan daging. Apa yang sebelumnya terasa asing bagi kita jatuh menjadi sifat alami dari waktu ke waktu ke alam baru kita yaitu di dalam Kristus.


Eskatologi dan Disiplin Hidup Kristiani

    Gereja Orthodox memandang kehidupan Kristen sebagai persiapan untuk pertemuan yang tak terelakkan dengan Yesus Kristus pada penghakiman terakhir. Pemahaman Orthodox bahwa ada hubungan antara kondisi rohani kita dan nasib abadi kita, hal ini disuarakan oleh CS Lewis dalam esainya "Weight of Glory."

    Ini adalah hal yang serius untuk hidup dalam masyarakat surgawi, walaupun dengan mengingat bahwa kita akan menjadi orang yang paling membosankan dan paling tidak menarik dimana mungkin suatu hari kita menjadi manusia seperti yang sekarang anda katakan yaitu hanya bersemangat dalam ibadah kepada Tuhan , atau tetap hidup dalam dosa dan kebusukan seperti yang sekarang anda temui, dengan itu semua anda hanya hidup dalam mimpi buruk. Sepanjang hari kita, dalam derajat tertentu, membantu satu sama lain untuk mencapai tujuan kita ini.

    Setiap hari kita membuat pilihan yang memimpin kita dalam salah satu dari dua arah: terhadap Allah dan kerajaan-Nya atau jauh dari Allah dan dalam kegelapan neraka. Setiap tahun sebelum Prapaskah Agung dimulai Gereja Orthodox merayakan hari Minggu Penghakiman Terakhir di mana perumpamaan tentang domba dan kambing dibacakan dengan lantang (Matius 25:31-46). Tidak seperti beberapa kalangan Kristen yang mencurahkan banyak waktu dan energi ke dalam spekulasi tentang akhir zaman, Gereja Orthodox menggunakan perumpamaan ini untuk mengingatkan kita bahwa bahkan tindakan kita sehari-hari dalam kasih, dapat memiliki konsekuensi kekal.


Persiapan untuk penghakiman terakhir ini terjadi tidak hanya pada hari Minggu Penghakiman Terakhir, namun sepanjang tahun. Setiap hari Minggu di Litani Liturgi Ilahi, Gereja Orthodox berdoa:
    "Agar kita dapat menjalani hidup kita dalam damai dan pertobatan, mari kita memohon kepada Tuhan.
Tuhan kasihanilah."

Setelah itu, kita berdoa untuk:

    "Agar Akhir hidup kita secara Kristiani, tanpa siksaan, tanpa cela dan damai sejahtera, dan untuk pertanggung-jawaban yang baik di hadapan Tahta pengadilan Kristus yang menakutkan itu, marilah kita memohon kepada Tuhan."


Tuhan kasihanilah.
Kita mempersiapkan diri untuk penghakiman terakhir dengan hidup dalam damai sejahtera, pertobatan, kesalehan. Dan juga jemaat Kristiani yang Orthodox juga mengantisipasi dan mempersiapkan diri untuk penghakiman terakhir dalam Sholat Pagi
.
Sebuah kutipan dari doa Pagi yang sering diucapkan jemaat Orthodox berbunyi:

   
    "Ketika aku dihakimi, Ya Tuhan, janganlah membiarkan tangan penguasa dunia ini mengambil dan menguasaiku, melemparkanku orang berdosa ini ke kedalaman neraka, tapi berdirilah di sampingku dan menjadi penyelamat dan penolong bagiku. Kasihanilah, Tuhan, jiwaku, yang najis karena hawa nafsu duniawi, dan bersihkanlah itu semua dengan menerima penyesalan dan pengakuanku, karena Engkau itu Terberkati sekarang dan selalu serta sepanjang segala abad. Amin." (Doa Saint Eustratios)
Keyakinan kita tidak dalam perbuatan baik kita tetapi dalam belas-kasihan dari Allah. Dalam mengantisipasi penghakiman terakhir kita percaya Sang Kristus melindungi kita dari tuduhan Setan, untuk menyembuhkan jiwa kita, dan untuk memurnikan hati kita melalui Sakramen pengakuan dosa.

    Kata "theosis" atau "peng-ilahian" sering digunakan untuk menjelaskan pemahaman Orthodox mengenai keselamatan. Sesuatu yang mungkin asing bagi Protestan ini sungguh menjadi jawaban untuk menjadi dewasa atau sempurna dalam Kristus, yaitu, hidup sebagaimana Kristus (II Petrus 1:4, I Yohanes 3:2, Roma 8:29). Janji kehidupan Kristen bukan hanya pengampunan dosa tetapi pemulihan Imago Dei ( Citra Ilahi / Icon Allah ) dalam diri kita. Gereja Orthodox percaya bahwa penyucian berkelanjutan akan berujung dengan pemuliaan kita pada Kedatangan Kristus yang kedua



Paham Theologi yang Kita Hidupi

    Sedangkan secara forensik yaitu pengertian keselamatan (adalah penebusan dosa) dapat ditemukan baik dalam tradisi Reformed dan Orthodox, paradigma forensik mendapatkan tempat tertinggi dalam soteriologi Reformed, tempat tertinggi bagi teori penebusan dosa yang sedemikian rupa ini membayangi paradigma tentang keselamatan. Sementara Gereja Orthodox tidak menerima pemahaman forensik keselamatan seperti ini, karena dibutuhkan pendekatan yang lebih luas dan lebih inklusif. Karena selain keselamatan sebagai pengampunan dosa, Gereja Orthodox juga menekankan keselamatan sebagai penyembuhan jiwa, penyangkalan keinginan daging, dan perlawanan militan terhadap Iblis.


Paradigma Medis.

    Sebagai akibat dari Kejatuhan, jiwa manusia telah menjadi sakit dan terluka. Dalam terjemahan ESV Yeremia 17:9 kita membaca: “The heart is deceitful above all things, and desperately sick; who can understand it?” "Hati adalah penipu atas segala sesuatu, dan sakit parah, siapakah yang dapat memahaminya?" Yesus mengajarkan bahwa pikiran jahat yang muncul dari hati manusia membuat mereka najis (Markus 7:20 - 23). Daud dalam Mazmur 51 berdoa: "Jadikanlah hatiku tahir, Ya Allah, dan perbaharuilah hatiku dengan roh yang teguh!" Dengan demikian, keselamatan kita membutuhkan pemulihan dari keadaan teratur batin kita untuk kesatuan dan keutuhan yang diinginkan Allah bagi kita.

Yesus sering menggambarkan keselamatan menggunakan istilah medis.

    Bukan orang sehat yang memerlukan dokter, tetapi orang sakit. Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, melainkan orang berdosa. (Markus 2:17)

    Mungkin contoh yang paling terkenal dari paradigma medis adalah perumpamaan tentang orang Samaria yang baik (Lukas 10:30-35). Dalam cerita ini seorang musafir jatuh ke tangan perampok yang memukulinya dan meninggalkannya setengah mati. Kemudian dalam cerita ini orang Samaria yang baik datang untuk musafir yang terluka, membalut luka-lukanya, menuangkan minyak dan anggur pada luka pria itu, kemudian membawanya ke sebuah penginapan. Musafir yang jatuh ke tangan perampok dapat dipahami sebagai umat manusia yang jatuh ke dalam cengkeraman iblis dan pengikutnya yang melanda jiwanya. Samaria yang baik menuangkan minyak dan anggur pada luka pria itu adalah referensi bagi Sakramen Pembaptisan, Krisma, dan Ekaristi. Penginapan adalah referensi bagi Gereja sebagai rumah sakit spiritual. Ini gambaran manusia sebagai korban yang dikuasai setan dan diselamatkan oleh kemurahan Allah, ini sangat berbeda dari paradigma hukum yang menggambarkan manusia sebagai penjahat bersalah berdiri di depan seorang hakim yang keras.

    Metropolitan Hierotheos Nafpaktos dalam “Orthodox Spirituality” mencatat bahwa pemahaman Protestan bahwa iman sebagai penerimaan teoritis wahyu Allah telah mengakibatkan tidak adanya pendekatan terapi (hal. 28). Dia menemukan kekurangan yang sama dalam tradisi Gereja Latin:

    Kita tidak dapat menemukan dalam semua tradisi Gereja Latin yang setara dengan metode terapi Orthodox ini. Nous [Pikiran] tidak dibicarakan, dan juga tidak dibedakan dari akal budi. Kegelapan Nous tidak diperlakukan sebagai suatu penyakit dan Penerangan bagi Nous sebagai obatnya. Beberapa teks Latin yang sering dipublikasikan secara sentimental tidak jauh dari pembahasan moral yang bersih (hal. 29-30).


    Orthodoxi memiliki pemahaman yang lebih dalam keselamatan dan penyembuhan jiwa kita, yang saya belum melihatnya dalam Protestan. Metropolitan Nafpaktos menulis:

    "Yang pertama kali harus disembuhkan dan yang terpenting adalah hati seseorang, yang merupakan pusat dari seluruh diri-Nya. Dengan kata lain, tidak hanya saat tanda-tanda penyakit yang terlihat saja yang diobati, tetapi juga batin, yaitu hati. Ketika nous seseorang sakit, itu tersebar dan tersebar di antara hal-hal yang diciptakan melalui indera, dan diidentifikasi secara rasional. Inilah sebabnya mengapa harus kembali untuk tinggal di dalam hati, yang merupakan karya spiritualitas Orthodox. Gereja Orthodox disebut sebagai Rumah Sakit, tempat penyembuhan untuk jiwa, karena alasan ini" (hal. 98-99).

    Gereja Orthodox, bagaimanapun, tidak hanya menekankan perlunya penyembuhan, tetapi juga menguraikan cara-cara yang dapat dicapai. Karena untuk nous dan hati yang murni, seseorang harus berhasil melalui tiga tahap pertumbuhan dalam kehidupan rohani: pemurnian, pencahayaan nous (pikiran) dan hati dan Theosis / Peng-Ilahian (hidup seperti Kristus). Orthodox  tidaklah bersifat filsafat (Skholastik). Hal ini lebih berkaitan erat dengan ilmu terapan, terutama pengobatan (hal. 99).

Paradigma Manusia Kuat.


    Paradigma Calvinis mengasumsikan bahwa kegagalan untuk menjaga hukum Allah adalah hasil dari ketidaktaatan, bukan ketidakmampuan. Melihat dosa sebagai kondisi yang bersedia tetapi tidak memiliki kemampuan untuk menjaga hukum Allah – dosa yang disengaja – bagi orang-orang Kristen Reformed sebagai suatu istilah yang kontradiktif. Pemahaman Orthodox mengenai dosa adalah lebih luas dan halus melampaui bentuk “dosa yang disengaja”. Berikut adalah kutipan dari doa pra-Komuni disusun oleh St. Yohanes Krisostomos, seorang bapa Gereja abad keempat, yang mencerminkan pemahaman yang lebih kompleks dari dosa:
    Karena itu aku berdoa kepadamu: kasihanilah aku ya Tuhan dan ampunilah pelanggaranku baik yang secara sengaja maupun yang tidak, dalam perkataaan maupun dalam tindakan, baik yang ketahuan maupun yang tidak ketahuan dan anggaplah kami layak untuk mengambil bagian tanpa penghukuman dalam Misteri Kudus-Mu, bagi pengampunan dosa-dosa dan untuk kehidupan yang kekal. Amin.

    Orthodoxi tidak berasumsi seperti Protestan dimana seseorang sudah memiliki kemampuan, bahwa apa yang dibutuhkan hanyalah pemahaman yang benar yang berasal dari pembacaan Alkitab dan penuh perhatian mendengarkan khotbah pendeta. Pemahaman Orthodox, dosa adalah kehendak dan jiwa kita yang telah dilemahkan oleh Kejatuhan. Keadaan batin kita ini telah menghasilkan kehendak kita tidak memiliki kemampuan untuk mengendalikan tubuh kita dan keinginan kita secara leluasa. Spiritualitas Orthodox juga memperhitungkan realitas eksternal dari kekuatan si jahat.
Orthodoxi mengakui bahwa sebagai akibat dari Kejatuhan, manusia telah datang di bawah kekuasaan Setan seperti seorang anak muda yang datang di bawah cengkeraman pengganggu lingkungan. Yesus mengajarkan:


    In fact, no one can enter a strong man’s house and carry off his possessions unless he first ties up the strong man.  Then he can rob his house.  (Mark 3:27, NIV)

    Tetapi tidak seorangpun dapat memasuki rumah seorang yang kuat untuk merampas harta bendanya apabila tidak diikatnya dahulu orang kuat itu. Sesudah itu barulah dapat ia merampok rumah itu. (Mark 3 : 27)

    Di sini Yesus sedang menggambarkan dirinya sebagai pahlawan yang menerobos masuk ke rumah pengganggu dan menyelamatkan semua barang curian dari rumah pelaku intimidasi itu. Ketika Adam dan Hawa mendengarkan kata-kata Iblis dan menolak firman Allah mereka datang di bawah kuasa Setan. Umat manusia tetap terikat pada Iblis sampai Kristus mengalahkan dia di kayu salib. Motif Kristus sebagai Pemenang adalah tema yang menonjol dalam perayaan Paskah Orthodox. Dimana Orthodox merayakan kebangkitan Kristus sebagai kekalahan dan Kematian Iblis, Kristen Barat menekankan pada penderitaan Kristus di kayu salib untuk menebus dosa-dosa kita. Masalah utama dalam paradigma Barat, Allah murka terhadap orang-orang berdosa, dan bukanlah manusia sebagai sandera yang terluka, melemah dalam perbudakan Iblis.

    Paradigma Manusia kuat dapat dilihat dalam pendekatan Orthodox pada baptisan di mana seseorang harus meninggalkan Setan tiga kali kemudian tiga kali mengakui Yesus sebagai Tuhan. Tindakan penolakan dan pengakuan sangat penting bagi keselamatan kita. Mereka yang memeluk Kristen tidak hanya harus setuju dengan beberapa konsep teologis yang telah dikemukakan Protestan, namun iman itu sebagai kepercayaan dan penyerahan diri kepada Kristus. Melalui baptisan kewargaan kita dalam kerajaan Allah dipulihkan dan kita datang di bawah Kekuasaan Ilahi sang Kristus dan dalam anugrah-Nya.

Kehidupan Kristen sebagai Transformasi oleh Rahmat Ilahi

    Keinginan kuat yang disinggung oleh jemaat muda di atas mungkin adalah keinginan seksualnya. Tidak seperti seksualitas dalam pandangan umum manusia adalah bentuk perilaku, Gereja Orthodox memandang seksualitas manusia dalam hal energi batin dan pikiran yang menimbulkan tindakan. Dalam karya spiritual klasik namun modern yaitu “The Mountain of Silence”, Fr. Maximos memberitahu Markides Kyriacos bagaimana kehidupan yang dikhususkan untuk doa dapat mengubah dorongan seksual kita.

    "Kecelakaan besarlah bagi orang biarawan dan biarawati," lanjut Fr. Maximos setelah kami berhenti tertawa, "yang menggali nafsu seksual mereka ke alam bawah sadar. Dalam keadaan seperti ini mereka akan gemetar dan berkeringat di hadapan lawan jenis. Tidak ada spiritualitas dalam hal seperti itu! Seharusnya apa yang terjadi, dan apa yang kita bidik, yaitu bagaimana kita mentransmutasikan energi erotis dari atraksi duniawi itu kepada kecintaan kita kepada Allah, ini adalah jalan manusia untuk berada dalam keadaan kodrat alami mereka yang semula. "

    "Eros berubah menjadi agape," gumamku.

    "Benar. Orang tersebut mencintai semua manusia tanpa membedakan jenis kelamin mereka. Orang tersebut tidak memiliki banyak kaitan dengan apa yang menjadi milik dunia setelah kejatuhan manusia. Apakah Anda mengerti? Kasih Allah benar-benar mengubah manusia melalui Anugrah-Nya. (from Mountain of Silence p. 144)

Fr. Maximos menggambarkan bagaimana spiritualitas otentik membawa kita melampaui kebenaran hukum eksternal yang melanda orang-orang Farisi (lihat Matius 5:20).

    "... Dan itulah mengapa orang-orang kudus benar-benar menjadi bebas. Mereka adalah orang-orang paling bebas di bumi. Begitu mereka mencapai kenyataan bahwa mereka tidak pernah dapat dipengaruhi oleh dosa dunia. Mereka tidak takut oleh itu semua. Mereka bukan manusia diperkaya dengan prasangka dan penindasan. Anda bisa pergi bertemu orang-orang kudus dan menyodorkan kepada mereka dosa yang paling menghebohkan, maka tidak ada satu pun dari mereka yang hatinya tersentuh. Orang yang telah tertekan nafsu akan marah, akan masuk ke dalam suasana menghukum. Jika anda memberitahu mereka bahwa anda melakukan beberapa perbuatan dosa, mereka akan menjadi sangat marah dan menghakimi. Mereka akan menjadi tidak toleran tanpa jejak kasih sayang. Apakah Anda tahu mengapa? Karena mereka sendiri menderita. Mereka memiliki banyak emosi yang tertahan dan kemarahan dalam diri mereka, banyak logismoi (pikiran) yang menekan mereka, sekalipun mereka moralistik dan saleh, tetapi mereka tidaklah kudus. "(Dari Gunung p Silence. 145)

Tradisi Reformed memahami pengudusan terutama sebagai apa yang dilakukan oleh Firman dan Roh yang ada dalam orang percaya memungkinkan mereka untuk memiliki kemenangan atas keinginan berdosa  (Westminster Confession of Faith Chapter XV, the Westminster Larger Catechism Q. 75; see also the Second Helvetic Confession Chapter IX) . Perbandingan tradisi Reformed terhadap apa yang dijaga dalam tradisi Orthodox haruslah dikemukakan bukan untuk mengurangi doktrin Reformed tentang keselamatan dan bukan untuk memberikan pembenaran. Namun intinya saya ingin membuat pendekatan sinergis Orthodox untuk keselamatan agar memungkinkan untuk pendekatan yang lebih luas dan lebih holistik untuk pengudusan.

Ringkasan

    Bagian dari pembahasan Manusia Kuat adalah pagar Theologisnya. Paradigma Calvinis keselamatan terletak pada cinta eksklusif Allah bagi umat pilihan-Nya, ketidakmampuan total umat manusia yang jatuh, dan pemilihan Allah yang sulit dimengerti. Ini memiliki konsekuensi bagi pendekatan Calvinis untuk keselamatan dan kehidupan umat Kristiani. Reformasi spiritualitas ditandai dengan kekakuan intelektual dan disiplin diri yang mencerminkan premis monergistic berbanding dengan pendekatan sinergis Orthodox untuk penyembuhan jiwa melalui kehidupan sakramental Gereja. Paradigma Orthodox mengambil pendekatan yang lebih luas dan lebih holistik untuk kondisi manusia yang terjatuh. Orthodoxi menekankan fakta bahwa Allah benar-benar mencintai seluruh umat manusi. Allah yang selalu Maha Penyayang menunggu kita untuk berpaling kepadanya. Orthodoxi mengasumsikan pertobatan sebagai kehendak yang tulus untuk menjadi dasar hidup spiritualitas Kristiani. Ini menggabungkan penyucian hati dan penyembuhan jiwa yang jarang ditemukan dalam tradisi Reformed. Salah satu perbedaan yang mencolok adalah bahwa Tradisi Orthodoxi memiliki suatu penjabaran yang baik bagi disiplin spiritual dan itu berlaku untuk para anggotanya. Dibandingkan dengan tradisi Reformed perawatan pastoral dan bimbingan rohani yang cukup muda dan belum berkembang, Orthodoxi mengacu pada tradisi yang jauh lebih kuno dari perawatan spiritual.